Qumran
dapat diartikan sebagai “dua bulan”. Pengertian “dua bulan” itu
bukanlah dalam pengertian skala waktu melainkan bulan sebagai benda
langit (Two Moons). Panorama Laut Mati yang membentang dengan latar
belakang dataran tinggi Moab (termasuk dalam wilayah Yordania) tampak di
hadapan kami. Qumran, tempat kami berpijak memandang panorama Laut Mati
dan dataran tinggi Moab pagi itu adalah situs arkeologi yang berlokasi
di dataran tinggi yang sangat tandus tempat ditemukannya Naskah Laut
Mati (Dead Sea Scrolls). Lebih dari 900 dokumen bernilai historis sangat
tinggi ditemukan antara tahun 1946 hingga 1956 di situs arkeologi
tersebut yang di diperkirakan pernah didiami oleh komunitas Essene,
suatu komunitas Yahudi yang memberontak melawan kekuatan Romawi.
Komunitas inilah yang dipercaya menyembunyikan naskah-naskah kuno
tersebut agar tidak ikut hancur oleh kekuatan Romawi yang sangat
berpengaruh pada saat itu. Gulungan naskah kuno tersebut disimpan di
dalam guci di gua-gua dan akhirnya baru ditemukan kembali setelah lebih
dari 19 abad lamanya. Naskah kuno yang tersimpan di Qumran memiliki usia
yang cukup bervariasi mulai dari abad kedua sebelum masehi hingga abad
pertama masehi.
Two
Moons sangat mungkin adalah fenomena bulan purnama menggantung di
angkasa Moab, saat langit malam yang bersih membantu bulan purnama
memancarkan keindahannya hingga refleksi sempurnanya direkam oleh Laut
Mati, suatu fenomena visual yang sempurna dari bulan purnama dan
bayangannya di Laut Mati. Qumran adalah saksi mata yang sangat mungkin
ketika denyut detik semesta menghitung senja kala Laut Mati.
Inilah kisah panjang, perjalanan waktudari air yang mengalir. Mulai
dari Gunung Hermon, air mengalir membentuk aliran Sungai Yordan. Israel
tidak sendiri saja merasakan aliran air Gunung Hermon tersebut, aliran
Sungai Yordan juga melalui wilayah Palestina di West Bank dan Yordania.
Seperti kisahnya, air mencari tempat yang rendah di permukaan bumi, di
satu titik, air tawar yang berlimpah itu memasuki Laut Galilea atau
dikenal juga dengan sebutan Danau Tiberias. Air tawar yang hangat di
Danau Tiberias memberikan kehidupan bagi Israel. Danau Tiberias
merupakan titik terendah kedua di permukaan bumi yang masih meneruskan
air ke Sungai Yordan. Air tersebut terus mengalir dan akhirnya masuk ke
muaranya di Laut Mati. Air tawar dari Gunung Hermon yang memberikan
kehidupan berakhir di Laut Mati -tanpa kehidupan, di titik terendah
permukaan bumi yang berada pada posisi sekitar 400m di bawah permukaan
laut.
Seiiring
dengan perjalanan waktu, manusia dengan teknologinya untuk
mempertahankan kehidupan melakukan intervensi terhadap aliran air tawar
di Sungai Yordan melalui pipanisasi. Membiarkan aliran air menuju ke
Laut Mati adalah kesia-siaan, karena tidak akan pernah ada kehidupan
tanpa air tawar yang dapat dikonsumsi secara layak dan untuk menghidupi
pertanian. Hasilnya sudah pasti, aliran air Sungai Yordan ke laut Mati
semakin menurun drastis. Menyaksikan semua itu secara langsung ketika
menyeberangi perbatasan Israel – Yordania di King Hussein (Allenby)
Bridge Border Crossing memang sangat memilukan.
Dalam tradisi Kristen dipercaya bahwa Yesus pada zamannya, dibaptis dengan air Sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis di
wilayah mana Sungai Yordan sudah mau mencapai muaranya pada Laut Mati.
Daerah perbatasan Israel – Yordania di King Hussein (Allenby) Bridge
Border Crossing memang tidak terlalu jauh dari muara sungai. Tapi apa
yang kami saksikan sangatlah mengejutkan, dari atas jembatan yang
dibawahnya mengalir Sungai Yordan, kondisi yang tampak adalah Sungai
Yordan yang nyaris kering. Tentu saja kami tidak dapat mengambil foto
daerah tersebut karena masih terdapat dalam wilayah perbatasan. Dan
selama di perbatasan, hukumnya sudah jelas: no camera & no handycam.
Apa
pentingnya Laut Mati ? Toh kehidupan manusia lebih penting daripada
lokasi/situs unik sekalipun. Dalam perjalanan dari resor wisata di Ein
Boqeq menuju Qumran melalui tepian Laut Mati, tampak jelas Laut Mati
yang mengalami penyusutan. Menurut keterangan yang diberikan kepada kami
penyusutan yang terjadi adalah sekitar 1m/tahun. Belum lagi, Israel dan
Yordania juga terus memanfaatkan Laut Mati untuk keperluan industri
dari mineral yang terkandung dalam di dalamnya.
Dalam
suatu laporan yang diterbitkan oleh Bank Dunia, disebutkan bahwa sudah
jelas bahwa penyusutan yang dialami oleh Laut Mati bukanlah sesuatu yang
alamiah terjadi, melainkan karena eksploitasi terhadap keberadaan
Sungai Yordan yang mengalirkan air ke Laut Mati. Saat ini fokus tertuju
kepada Red
Sea-Dead Sea Conveyor, suatu proyek besar untuk membangun sekitar 180km
terowongan dengan pipa di dalamnya guna mengalirkan air dari Teluk
Aqaba (Laut Merah) di wilayah selatan Israel dan Yordania menuju Laut
Mati yang berada di utara. Hal itu merupakan upaya kerjasama antara
Yordania, Palestina dan Israel. Proyek tersebut ditujukan untuk
menghentikan kerusakan lingkungan lebih lanjut yang dialami oleh Laut
Mati, mencukupi kebutuhan air tawar melalui proses desalinasi serta
untuk menciptakan pembangkit listrik tenaga air untuk stasiun desalinasi
air laut.
Apakah
kerja sama antara Yordania, Palestina dan Israel ini akan dapat
direalisasikan ? Entahlah, tapi yang pasti hingga awal Agustus 2014 lalu
kami belum mendengar perkembangan baru tentang proyek ini. Sementara
itu, Laut Mati, tempat yang juga dipercaya secara tradisi sebagai lokasi
kota Sodom dan Gomorrah penuh maksiat yang pernah dihancurkan oleh
Tuhan, sekarang seolah mengantri menuju kematiannya sendiri: senja kala laut mati.
Dibaca : 218 kali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar